Jumat, 25 Mei 2012

Analisa Kredit


Analisis kredit adalah suatu proses analisis kredit dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan rasio-rasio keuangan untuk menentukan kebutuhan kredit yang wajar. Goals dari analisis premohonan kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya, sesuai dengan kesepakatan dengan bank.hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kredit nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhinya Prinsip 6 C’s Analysis, yaitu sebagai berikut:

1. Character

Character adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.

Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:
a.       Meneliti riwayat hidup calon nasabah
b.      Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya
c.       Meminta bank to bank information (Sistem Informasi Debitur)
d.      Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon nasabah berada
e.       Mencari informasi apakah calon nasabah suka berjudi
f.       Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya
g.      Apakah Calon Nasabah berpoligami

2. Capital

Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab nasabah dalam menjalankan usahanya karena ikut menanngung resiko terhadap gagalnya usaha.dalam praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit yang dimintakan kepada bank.

3. Capacity

Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.
Pengukuran capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan berikut ini:
a.   Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu
b.      Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus
c.     Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian kredit dengan bank
d.   Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan
e.  Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon nasabah mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan, administrasi dan keuangan, industrial relation sampai pada kemampuan merebut pasar.

4. Collateral

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan avalis.

5. Condition of Economy

Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik , sosial, ekonomi , budaya yeng mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain:
a.       Keadaan konjungtur
b.      Peraturan-peraturan pemerintah
c.       Situasi, politik dan perekonomian dunia
d.      Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran

6. Constraint

Constraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksankan pada tempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang disekitarnya banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.

Dari keenam prinsip diatas, yang paling perlu mendapatkan perhatian account officer adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan perkataan lain, permohonannya harus ditolak.

Sedikitnya ada 5 aspek yang harus dianalisis dalam menganalisis kredit, antara lain :
1. Aspek Manajemen
2. Aspek Pemasaran
3. Aspek Teknis
4. Aspek Keuangan
5. Aspek Legalitas dan Agunan

Kredit berdasarkan tujuan penggunaannya, kita bagi dalam 2 kategori, yaitu :
1. Kredit Produktif
2. Kredit Konsumtif.

Pendekatan-pendekatan atau metode-metode yang biasa kita pakai dalam menganalisis kredit modal kerja adalah Turn Over Method, sedangkan untuk menganalisis kredit investasi adalah PP Method, NPV Method dan IRR Method.
Penggunaan pendekatan-pendekatan tersebut tentunya didasarkan dari data keuangan perusahaan yaitu laporan necara dan laba rugi perusahaan yang diberikan kepada bank.

Penilaian Laporan Keuangan

        Cara yang umum diterima untuk meneliti keadaan keuangan seseorang nasabah,  ialah dengan jalan memperoleh Neraca,  Laporan Rugi - Laba dan keterangan - keterangan lainya. Sebaiknya diusahakan agar diperoleh laporan keuangan yang sudah diaudit, karena auditor dapat memberikan pandangan yang bebas tentang keadaan keuangan nasabah sebagai hasil dari pemeriksaan terhadap pembukuan nasabah.

        Sebelum melangkah dalam penilaian Neraca dan Laporan Rugi Laba, maka perlu diperhatikan apakah data yang disajikan sudah sesuai dengan prinsip – prinsip  akuntansi yang berlaku dan terjamin kebenaranya.
Sedapat mungkin diperoleh laporan keuangan untuk beberapa periode atau minimal laporan keuangan 2 periode yang terakhir. Terhadap laporan keuangan ini antara lain dapat diterapkan tehnik analisa sebagai berikut :

1.  Analisa per pos/komponen
2.  Analisa Prosentase per komponen
3.  Analisa Perbandingan/ Analisa Naik Turun
4.  Analisa Ratio

(1) Analisa per pos/komponen adalah meneliti/menganalisa masing-masing pos yang ada dalam neraca maupun laporan rugi-laba. Misalnya Analisa terhadap pos Pihutang Dagang, (a) harus diperoleh daftar nama, alamat, jumlah pihutang dan analisa menurut umur (age analysis); terutama untuk pihutang-pihutang yang besar. (b) Analisa mutu dari piutang tersebut untuk tahun terakhir dan tahun sebelumnya  (berapa % pihutang yang baik, cukup, lemah, kecil-kecil).  (c) Bagaiman kegiatan penagihan yang dilakukan perusahaan, (d) Sebutkan pula syarat penjualan, daerah penjualan, (e) Tentukan kecukupan Cadangan Kerugian Pihutang dan lain sebagainya.
           
(2) Analisa Prosentase per komponen .
Dalam tehnik ini laporan keuangan disajikan dalam prosentase-prosentase; yaitu prosentase dari masing-masing pos neraca terhadap total aktiva, sedangkan untuk pos-pos laporan rugi – laba prosentase dihitung  bea terhadap jumlah penjualan bersih.
Dengan cara ini akan diketahui tentang :
a)      tingkat investasi pada masing-masing pos (over investment atau sebalinya under investment).
b)      struktur pemodalan.
c)      jumlah atau prosentase dari setiap rupiah penjualan yang terserap dalam tiap-tiap biaya.

(3) Analisa Perbandingan
Dalam analisa ini kita mengadakan perbandingan pos-pos dalam neraca dan laporan rugi – laba dari suatu periode dengan periode lainya. (periode yang berurutan). Dengan analisa ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi, dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian terhadap suatu perubahan maka harus diperhatikan perubahan yang terjadi dalam pos-pos yang lain yang mempunyai hubungan yang logis/erat dengan pos yang bersangkutan.

(4) Analisa Ratio
Ratio mengambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu pos atau kelompok pos dengan pos atau kelompok pos yang lain baik yang tercantum dalam neraca maupun dalam laporan rugi – laba.
Dengan mengadakan analisa ratio akan dapat diketahui posisi keuangan nasabah/calon peminjam kredit. Dibawah ini diuraikan beberapa ratio yang penting dalam hubunganya dengan kepentingan analisa kredit.

1.   Ratio Likuiditas; yaitu ratio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai operasi dan memenuhi kewajiban finansiil pada saat ditagih. Ratio-ratio likuiditas antara lain :
a.       Current ratio, yaitu rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar
b.      Cash ratio, yaitu rasio antara(kas + bank) dengan hutang lancar
c.       Quick ratio, yaitu ratio antara ( aktiva lancar minus persediaan) dengan hutang lancar
         d.      Inventory to working capital, yaitu ratoi antara : persediaan dengan (aktiva lancar minus hutang lancar)  atau ratio antara persediaan dengan modal kerja.
2.   Ratio Leverage : yaitu ratio untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Dengan mengetahui leverage ratio akan dapat dinilai tentang : (a) Posisi perusahaan terhadap seluruh kewajibannya kepada pihak lain (b)  kemampuan perusahaan dalam memenuhi kawajiban yang bersifat tetap (c) keseimbangan antara nilai  aktiva tetap dengan modal.

Leverage ratio antara lain :
a.    Debt to equity ratio; yaitu ratio antara total hutang dengan modal sendiri.
Ratio ini menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang. Bagi perusahaan makin besar ratio ini akan semakin menguntungkan, tetapi bagi pihak bank makin besar ratio ini berarti akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi.
b.   Current liabilities to net worth; yaitu ratio antara hutang lancar dengan modal sendiri.
Ratio ini menunjukkan bahwa dana-dana pinjaman yang segera akan ditagih ada sekian kalinya modal sendiri. Ratio ini sifatnya sama dengan dept to equity ratio.
c.    Tangible assets dept coverage; yaitu ratio antara aktiva tetap berwujud dengan hutang jangka panjang. Ratio ini menunjukkan besarnya setiap rupiah aktiva tetap berwujud yang dipergunakan untuk menjamin hutang jangka panjang.
d.   Long term dept to equity ratio; yaitu ratio antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
Ratio ini menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang.
e. Dept service; yaitu ratio antara (EBIT minus pajak plus bunga) dengan (angsuran kredit + bunga).
EBIT = Laba bersih sebelum pajak.
Ratio ini menunjukkan bahwa laba operasi ada sekian kalinya kewajiban membayar angsuran kredit beserta bunganya. Makin kecil ratio ini maka resiko bank semakin besar.

3. Ratio Aktifitas ; yaitu ratio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari atau kemampuan perusahaan dalkam penjualan, penagihan pihutang maupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki.
Ratio aktivitas ini antara lain :
a.  Perputaran Persediaan (Inventory turn over); yaitu ratio antara penjualan dengan rata-rata persediaan yang dinilai berdasar harga jual atau kalau memungkinkan ratio ini dihitung dengan memperbandingkan antara Harga Pokok penjualan dengan rata-rata persediaan.
Ratio ini menunjukkan berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu tahun/periode. Makin besar turn over berarti makin baik.
b.   Average collection periode; yaitu ratio antara pihutang dengan penjualan neto per hari secara kredit.
Ratio ini menunjukkan berapa lamanya dana perusahaan ditanamkan dalam komponen pihutang atau berapa lama periode penagihan pihutang. Dari ratio ini akan didapat diketahui likuiditas pihutang. Makin kecil ratio ini makin baik.
c.   Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turn Over); yaitu ratio antara penjualan netto dengan aktiva tetap.
Ratio ini menunjukkan berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode.
d.   Perputaran Modal Kerja (working capital turnover); yaitu ratio antara Penjualan Neto dan Modal kerja.
Ratio ini menunjukkan berapa kali dana yang tertanam dalam modal kerja berputar dalam satu periode; atau jumlah penjualan yang bisa dicapai oleh setiap rupiah modal kerja.

4. Ratio rentabilitas ; yaitu ratio-ratio yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
Ratio-ratio yang dapat digunakan untuk menilai rentalibilitas antara lain adalah :
a. Profit Margin : dalam hubungannya antara profit margin dengan penjualan.
b. Return on investment; yaitu ratio antara laba operasionil dengan total aktiva (%).
Ratio ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan (modal asing dan modal sendiri). Makin tinggi ratio ini semakin baik.
c. Return on Equity; yaitu ratio antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri.
Ratio ini menunjukkan produktivitas dari dana-dana pemilik perusahaan di dalmam perusahaanya sendiri. Ratio ini juga menunjukkan rentabilitas dan efffisiensi modal sendiri.
Makin tinggi ratio ini akan semakin baik karena posisi modal pemilik perusahaan akan semakin kuat, atau rentabilitas modal sendiri yang semakin baik.
d. Laba per lembar saham; yaitu ratio antara laba dengan lembar saham yang beredar.
Ratio ini akan memberikan gambaran kepada pemegang saham tentang keuntungan yang akan diperoleh. (seandainya bank akan menanamkan dalam bentuk saham!).
Dengan mengadakan analisa ratio akan diketahui posisi keuangan perusahaan, lebih-lebih kalau ratio dari beberapa tahun, maka akan dapat diketahui perkembangan atau kecenderungan posisi keuangan perusahaan. Tetapi perlu diingat bahwa hasil anakisa ratio tersebut bukanlah merupakan suatu alat yang dapat memberikan jawaban yang pasti untuk keputusa akhir pemberian kredit.

Analisa Sumber dan Pengunaan Modal Kerja 

Maksud utama analisa ini adalah untuk mengetahui bagaimana dana digunakan dan bagaimana kebutuhan dana tersebut dibelanjai/dipenuhi. Dari mana datangnya dana dan untuk apa dana itu digunakan. Dengan mengadakan analisa nterhadap laporan tersebut dapat diketahui bagaimana perusahaan itu mengelola/menggunakan dana yang dimiliki. Pengertian dana di sini adalah sama dengan modal kerja yaitu selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Prosedur analisa sumber dan penggunaan dana lihat halaman 113 dan seterusnya.

Rencana Penerimaan & Pengeluaran Kas (Budget Kas)

Budget kas adalah gambaran atas seluruh rencana penerimaan dan pengeluaran uang tunai yang bertalian dengan rencana-rencana keuangan perusahaan dan transaksi lainnya yang menyebabkan perubahan-perubahan pada posisi kas atau menunjukkan aliran kas (cash flow) perusahaan tersebut. Dari budget kas akan ditentukan :
-        kapan dan beberapa besarnya deposisi kredit akan dilaksanakan, serta jangka waktu kreditnya.
-        kapan dan berapa besarnya angsuran kredit dapat dilakukan.
-        Kemungkinan adanya surplus/defisit karena rencana operasi perusahaan.
Kalau diperbandingkan dengan analisa atau laporan sumber dan pengunaan kas, maka perbedaannya terletak pada tujuannya. Laporan sumber dan penggunaan kas menunjukkan darimana uang kas diterima dan digunakan untuk apa saja uang kas yang telah/akan diterima dalam periode tersebut, sedangkan csha budget tujuannya lebih jauh dari itu yaitu ingin mengetahui  saat-saat penerimaan dan pengeluaran uang (serta jumlahnya masing-masing) serta saat-saat adanya surplus atau defisit kas.
Penyusunan budget kas, menurut Drs. Bambang Riyanto dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan halaman 90, dapat dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut :
1.  Menyusun  estimasi penerimaan dan pengeluaran menurut rencana operasionil perusahaan. Transaksi-transaksi di sini merupakan transaksi operasi (operating transactions). Pada tahap ini dapat diketahui adanya defisit atau surplus karena rencana operasinya perusahaan.
2. Menyusun perkiraan atau estimasi kebutuhan dana atau kredit dari bank atau sumber-sumber dan lainnya yang diperlukan untuk menutup defisit kas karena rencana operasinya perusahaan. Juga disusun estimasi pembayaran bunga kredit tersebut beserta waktu pembayarannya kembali. Transaksi-transaksi di sini merupakan transakai finansiil (fiinancial transactions).
3. Menyusun kembali estimasi keseluruhan penerimaan dan pengeluaran setelah adanya transaksi finansiil dan budget kas yang final ini merupakan gabungan dari transaksi operasionil dan transaksi finansiil yang menggambarkan estimasi penerimaan dan pengeluaran kas keseluruhan.

Sumber:
Buku Analisis Laporan Keuangan   

Jumat, 06 April 2012

Analisis Perubahan Pendapatan

Pengertian Pendapatan
Secara garis besar konsep pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu :
1. Menurut ilmu ekonomi, Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi.
2. Menurut ilmu akuntansi, Ada beberapa karakteristik tertentu dari pendapatan yang menentukan atau membatasi bahwa sejumlah rupiah yang masuk ke perusahaan merupakan pendapatan yang berasal dari operasi perusahaan. Karakteristik ini dapat dilihat berdasarkan sumber pendapatan, produk dan kegiatan utama perusahaan dan jumlah rupiah pendapatan serta proses penandingan.

Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau jasa kepada pelanggan. Bagi investor, pendapatan kurang penting dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima setelah dikurangi pengeluaran.

Pertumbuhan pendapatan merupakan indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan tersebut. Pertumbuhan pendapatan yang konsisten, dan juga pertumbuhan keuntungan, dianggap penting bagi perusahaan yang dijual ke publik melalui saham untuk menarik investor.

Sumber pendapatan :
  1. Transaksi modal atau pendanaan yang mengakibatkan adanya tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang obligasi dan pemegang saham.
  2. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa produk perusahaan seperti aktiva tetap, surat berharga atau penjualan anak/cabang perusahaan.
  3. hadiah , sumbangan atau penemuan
  4. revaluasi aktiva
  5. penyerahan produk perusahaan, yaitu aliran hasil penjualan produk
Proses terbentuk dan terealisasinya pendapatan :
  1. EARNING PROCESS (proses pembentukan pendapatan) = konsep terjadinya pendapatan .Pendapatan dianggap terbentuk bersamaan dengan seluruh proses berlangsungnya operasi perusahaan (produksi, penjualan dan pengumpulan piutang).
  2. REALIZATION PROCESS (proses realisasi pendapatan) .Pendapatan dianggap terbentuk setelah produk selesai dikerjakan dan terjual langsung / atas dasar kontrak penjualan.
Pengukuran Pendapatan

Pendapatan diukur dengan nilai wajar yang dapat diterima, jumlah pendapatan biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli yang diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah discount dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan, umumnya berbentuk kas atau setara kas.
Bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima.
Bila barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat nilai yang sama maka pertukaran tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Dan bila barang dijual atau jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

Karakteristik Pendapatan :

Pendapatan dapat ditinjau dari 2 aspek :
  1. Aspek fisik : pendapatan adalah hasil akhir suatu aliran fisik dalam proses menghasilkan laba
  2. Aspek moneter : pendapatan adalah aliran masuk aktiva yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas.
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi Laba Bersih atau Pendapatan :
• Volume produk yang dijual
• Harga jual produk
• Biaya produksi

Masalah pengukuran pendapatan

Pengukuran akuntansi haruslah diarahkan ke penyajian informasi yang relevan untuk penggunaan yang ditetapkan. Pembatasan data yang tersedia dan ciri-ciri tertentu dari lingkungan membatasi keakuratan dan keterandalan pengukuran. Oleh sebab itu keterbatasan ini harus dikemukakan secara eksplisit dan dipertimbangkan dalam pengembangan prinsip serta prosedur akuntansi, karena kendala-kendala ini tidak dapat dibuang oleh lingkungan atau kurangnya alat pengukur memadai. Nilai tukar produk atau jasa sebagai hasil penjualan perusahaan merupakan ukuran terbaik dan paling objektif bagi pendapatan. Penentuan satuan ukur untuk pendapatan secara umum dinyatakan dengan jumlah uang atau unit moneter. Penentuan ini menimbulkan masalah, oleh sebab itu adanya penurunan atau kenaikan daya beli umum sepanjang waktu. Keterbatasan pengukuran pendapatan dapat timbul karena data akuntansi disajikan berdasarkan asumsi bahwa data itu relevan. Meramalkan pada masa yang akan datang pada umumnya tidak pasti, maka sulit menetapkan pengukuran yang relevan untuk tujuan ini. Namun, ketidakmampuan untuk membuat pengukuran pendapatan yang terandal dan atribut khusus yang dianggap relevan dapat juga disebab oleh kurangnya teknik pengukuran yang terandal dan ketidakmampuan untuk menemukan prosedur pengukuran pendapatan yang menjelaskan secara layak atribut yang sedang diukur.

Masalah pengakuan pendapatan

Pada penjelasan sebelumnya konsep pendapatan hingga saat ini sulit dirumuskan oleh para ahli ekonomi maupun akuntansi, hal ini disebabkan pendapatan menyangkut prosedur tertentu, perubahan nilai tertentu dan waktu pendapatan harus dilaporkan.
Didalam definisi pendapatan sebagai produk perusahaan dalam mengukur dan melaporkan pendapatan masih menghadapi masalah. Suatu alternatif pengakuan pendapatan pada waktu penyelesaian kegiatan utama ekonomi adalah konsep pelaporan pendapatan berdasarkan kejadian kritis atau yang paling menentukan, dengan kata lain sebagian pendapatan diakui kemudian jika fungsi atau kegiatan ekonomi tambahan akan terjadi kemudian.

Minggu, 25 Maret 2012

Break Even Point

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.

Rumus Analisis Break Even :

BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)


Namun ada juga yang membuat pengertian break even point sebagai berikut :

1). Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).

2). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis. Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.
c. Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita rugi.

3). Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

4). Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.

5). Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi. 

6). Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.

Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )

1. Break Even Chart
Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan produksi, perpotongan kedua  kurva adalah “titik kembali pokok” (titik yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya).

2. Break Even Equation
Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok 
FC= 1- Pct VC
Keterangan   :
FC          =  biaya tetap
Pct VC    =  Persentase biaya variabel terhadap penjualan

3. Break Even Function
Fungsi kembali pokok yang dirumuskan  sebagai berikut :
FC
S       = ( 1 – VC )
Keterangan   :
S       =  Jumlah penjualan
FC    =  Biaya tetap
VC    =  Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.

Syarat-syarat Analisis BEP :

1. Harga jual tidak berubah-ubah.
2. Seluruh biaya dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
3. Biaya variabel bersifat proposional.
4. Jika barang yang diproduksi lebih dari satu jenis, maka komposisi barang yang dijual tidak berubah-ubah.

Manfaat BEP :

1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti
5. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
6. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.\
7. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
8. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

Kompenen yang berperan pada BEP yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada biaya ini.

Ada 2(dua) alasan mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini:

1. Analisis ini berdasarkan pada asumsi yang lugas.
2. Perusahaan-perusahaan telah menemukan bahwa informasi yang didapat dari metode titik impas ini sangat menguntungkan di dalam pengambilan keputusan.

Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :

1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.

Kegunaan Break Even Point

Diatas telah dikemukakan bahwa analisa break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.

Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhui. Asumsi-asumsi tersebut adalah :


1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).

Analisa break even point juga dapat digunakan oleh pihak menejemen perusahaan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai :

1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.

Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :

1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.

Menurut Harahap (2004) Dalam analisa laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus break even point untuk mengetahui :

1) Hubungan antara penjualan biaya dan laba.
2) Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.
3) Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
4) Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.

Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

Kelemahan Analisa Break Even Point

Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek. (Soehardi,2004).

a. Asumsi tentang linearity
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.

b. Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.

c. Jangka waktu penggunaan
Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun.

Pendekatan dalam mengitung BEP

1. Pendekatan persamaan
_ Y=cx – bx – a
Keterangan :
_ Y = laba
_ c = harga jual per unit
_ x = jumlah produk
_ b = biaya variabel satuan
_ a =biaya tetap total
_ cx = hasil penjualan
_ bx = biaya variabel total
_ X(BEP dalam unit) = a/(c-b)
_ CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 – b/c)

2. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan margin kontribusi didapat dengan mengurangkan nilai penjualan total (total revenue =TR) dengan biaya variabel total (total Variabel cost = TVC) dan mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel.

3. Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafis, BEP digambarkan sebagai titik potong antara garis penjualan dengan garis biaya total (Biaya total = Biaya tetap + Biaya variabel)

Jenis – Jenis Biaya dalam Menghitung BEP

1. Variabel Cost (biaya Variabel)
Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri

2. Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur

3. Semi Varibel Cost
Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi

Rumus BEP
Untuk menghitung BEP kita bisa hitung dalam bentuk unit atau price tergantung untuk kebutuhan.
Atas dasar unit
Atas dasar sales dalam rupiah
Keterangan :
FC : Biaya Tetap
P : Harga jual per unit
VC : Biaya Variabel per unit 


Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :

1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even Point :
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan

2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000

Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.

Pada Kasus CV. Donut Kotak
Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)
Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-





























Margin Of Safety

Margin Of Safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan akan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. dengan demikian rumus yang digunakan dalam Margin Of Safety adalah :
Tingkat Penjualan yang dibudgetkan – Tingkat penjualan BEP
MS = X 100 % Tingkat penjualan yang dibudgetkan

  1. Marjin Keamanan ( Margin of Safety )
Margin of Safety adalah suatu informasi mengenai sampai tingkat berapa perusahaan boleh mengalami penurunan penjualan namun perusahaan tidak mengalami kerugian.Dalam Hal ini semakin besar Margin of Safety makin baik untuk perusahaan karena perusahaan bias mengalami penurunan yang cukup jauh.
Margin of Safety adalah informas tentang jumlah maksimum penurunan nilai penjualan. (Darsono Prawironegoro&Ari Purwanti,2008:125)
Margin of Safety dicaru dengan mengurangi jumlah penjualan pada titik impas,
Semakin besar margin of safety semakin besar perusahaan dapat memperoleh laba dan begitu pula sebaliknya.
Ratio Margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan tingkat keuntungan perusahaan yang menggunakan cara sebagai berikut :
Profit % = Margin income ratio x Ratio Margin of safety

DOL (Degree Of Leverage)

Operasi hasil leverage dari adanya biaya operasi tetap dalam arus pendapatan perusahaan. Tingkat kehadiran biaya operasi tetap dalam aliran pendapatan suatu perusahaan diukur dengan tingkat operating leverage (DOL).
DOL =
Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)

Persentase Perubahan Penjualan
Keuangan memanfaatkan hasil dari adanya biaya keuangan tetap dalam arus pendapatan perusahaan. Tingkat kehadiran biaya keuangan tetap dalam aliran pendapatan suatu perusahaan diukur dengan tingkat leverage keuangan (DFL).
DFL =
Persentase Perubahan Laba (NI)

Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
Perusahaan yang sering memiliki kedua operasi dan leverage keuangan. Hal ini menyebabkan meningkatkan total atau gabungan dari kehadiran keduanya beroperasi tetap dan biaya keuangan dalam arus pendapatan perusahaan. Memanfaatkan Dikombinasikan diukur oleh tingkat leverage gabungan (DCL).
DCL =
Persentase Perubahan Laba (NI)

Persentase Perubahan Penjualan
Perhatikan bahwa DCL = DFL × DOL 

Tingkat DOL (Degree Of Leverage)

Perusahaan yang memiliki derajat yang lebih besar memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari biaya tetap. Dan dengan demikian, mereka cenderung memiliki lebih besar impas poin dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki leverage. Keuntungan memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa volume penjualan suatu perusahaan meningkat melampaui titik impas, marjin yang meningkat. Kerugian dari memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa karena titik impas yang lebih tinggi, yang berarti bahwa perusahaan yang dibutuhkan untuk mencapai volume penjualan yang lebih tinggi untuk mencapai titik impas. Pada kondisi baik ketika penjualan tinggi, lebih tinggi tingkat leverage yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Pada zaman buruk ketika penjualan tidak baik, perusahaan dapat meminimalkan kerugian dengan memiliki tingkat lebih rendah dari leverage.

Contoh:
Pada contoh di bawah, EBIT suatu perusahaan diproyeksikan bawah dua struktur biaya yang sangat berbeda. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
100,000

100
%
$
100,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-20,000

-20


-40,000

-40

Marjin Kontribusi

80,000

80


60,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-40


-20,000

-20

EBIT
$
40,000

40
%
$
40,000

40
%
Perhatikan perusahaan mengalami tingkat yang sama dari penjualan, sementara itu memiliki struktur biaya yang sangat berbeda.
Sekarang perhatikan apa yang terjadi pada perusahaan di bawah setiap pilihan ketika penjualan mereka turun menjadi $ 50.000. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
50,000

100
%
$
50,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-10,000

-20


-20,000

-40

Marjin Kontribusi

40,000

80


30,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-80


-20,000

-40

EBIT
$
0

0
%
$
10,000

20
%
Ketika drop penjualan untuk $ 50.000, pilihan leverage yang tinggi menurun ke titik impas, sementara pilihan leverage yang rendah meminimalkan kerugian. Sekarang perhatikan apa yang terjadi pada kenaikan penjualan perusahaan untuk $ 150.000. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
150,000

100
%
$
150,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-30,000

-20


-60,000

-40

Marjin Kontribusi

120,000

80


90,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-27


-20,000

-13

EBIT
$
80,000

53
%
$
70,000

47
%
Ketika penjualan suatu perusahaan meningkat, struktur biaya pilihan dengan tingkat lebih tinggi leverage dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan. 


Kesimpulan

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)