Minggu, 25 Maret 2012

Break Even Point

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.

Rumus Analisis Break Even :

BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)


Namun ada juga yang membuat pengertian break even point sebagai berikut :

1). Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).

2). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis. Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.
c. Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita rugi.

3). Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

4). Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.

5). Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi. 

6). Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.

Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )

1. Break Even Chart
Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan produksi, perpotongan kedua  kurva adalah “titik kembali pokok” (titik yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya).

2. Break Even Equation
Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok 
FC= 1- Pct VC
Keterangan   :
FC          =  biaya tetap
Pct VC    =  Persentase biaya variabel terhadap penjualan

3. Break Even Function
Fungsi kembali pokok yang dirumuskan  sebagai berikut :
FC
S       = ( 1 – VC )
Keterangan   :
S       =  Jumlah penjualan
FC    =  Biaya tetap
VC    =  Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.

Syarat-syarat Analisis BEP :

1. Harga jual tidak berubah-ubah.
2. Seluruh biaya dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
3. Biaya variabel bersifat proposional.
4. Jika barang yang diproduksi lebih dari satu jenis, maka komposisi barang yang dijual tidak berubah-ubah.

Manfaat BEP :

1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti
5. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
6. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.\
7. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
8. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

Kompenen yang berperan pada BEP yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka tidak ada biaya ini.

Ada 2(dua) alasan mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini:

1. Analisis ini berdasarkan pada asumsi yang lugas.
2. Perusahaan-perusahaan telah menemukan bahwa informasi yang didapat dari metode titik impas ini sangat menguntungkan di dalam pengambilan keputusan.

Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :

1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.

Kegunaan Break Even Point

Diatas telah dikemukakan bahwa analisa break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.

Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhui. Asumsi-asumsi tersebut adalah :


1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).

Analisa break even point juga dapat digunakan oleh pihak menejemen perusahaan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai :

1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.

Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :

1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.

Menurut Harahap (2004) Dalam analisa laporan keuangan kita dapat menggunakan rumus break even point untuk mengetahui :

1) Hubungan antara penjualan biaya dan laba.
2) Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.
3) Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
4) Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.

Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

Kelemahan Analisa Break Even Point

Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek. (Soehardi,2004).

a. Asumsi tentang linearity
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.

b. Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik tersebut.

c. Jangka waktu penggunaan
Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun.

Pendekatan dalam mengitung BEP

1. Pendekatan persamaan
_ Y=cx – bx – a
Keterangan :
_ Y = laba
_ c = harga jual per unit
_ x = jumlah produk
_ b = biaya variabel satuan
_ a =biaya tetap total
_ cx = hasil penjualan
_ bx = biaya variabel total
_ X(BEP dalam unit) = a/(c-b)
_ CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 – b/c)

2. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan margin kontribusi didapat dengan mengurangkan nilai penjualan total (total revenue =TR) dengan biaya variabel total (total Variabel cost = TVC) dan mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel.

3. Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafis, BEP digambarkan sebagai titik potong antara garis penjualan dengan garis biaya total (Biaya total = Biaya tetap + Biaya variabel)

Jenis – Jenis Biaya dalam Menghitung BEP

1. Variabel Cost (biaya Variabel)
Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri

2. Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

Contoh dalam perusahan furniture
_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur

3. Semi Varibel Cost
Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi

Rumus BEP
Untuk menghitung BEP kita bisa hitung dalam bentuk unit atau price tergantung untuk kebutuhan.
Atas dasar unit
Atas dasar sales dalam rupiah
Keterangan :
FC : Biaya Tetap
P : Harga jual per unit
VC : Biaya Variabel per unit 


Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :

1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even Point :
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan

2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000

Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000

Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.

Pada Kasus CV. Donut Kotak
Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)
Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-





























Margin Of Safety

Margin Of Safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan akan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. dengan demikian rumus yang digunakan dalam Margin Of Safety adalah :
Tingkat Penjualan yang dibudgetkan – Tingkat penjualan BEP
MS = X 100 % Tingkat penjualan yang dibudgetkan

  1. Marjin Keamanan ( Margin of Safety )
Margin of Safety adalah suatu informasi mengenai sampai tingkat berapa perusahaan boleh mengalami penurunan penjualan namun perusahaan tidak mengalami kerugian.Dalam Hal ini semakin besar Margin of Safety makin baik untuk perusahaan karena perusahaan bias mengalami penurunan yang cukup jauh.
Margin of Safety adalah informas tentang jumlah maksimum penurunan nilai penjualan. (Darsono Prawironegoro&Ari Purwanti,2008:125)
Margin of Safety dicaru dengan mengurangi jumlah penjualan pada titik impas,
Semakin besar margin of safety semakin besar perusahaan dapat memperoleh laba dan begitu pula sebaliknya.
Ratio Margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan tingkat keuntungan perusahaan yang menggunakan cara sebagai berikut :
Profit % = Margin income ratio x Ratio Margin of safety

DOL (Degree Of Leverage)

Operasi hasil leverage dari adanya biaya operasi tetap dalam arus pendapatan perusahaan. Tingkat kehadiran biaya operasi tetap dalam aliran pendapatan suatu perusahaan diukur dengan tingkat operating leverage (DOL).
DOL =
Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)

Persentase Perubahan Penjualan
Keuangan memanfaatkan hasil dari adanya biaya keuangan tetap dalam arus pendapatan perusahaan. Tingkat kehadiran biaya keuangan tetap dalam aliran pendapatan suatu perusahaan diukur dengan tingkat leverage keuangan (DFL).
DFL =
Persentase Perubahan Laba (NI)

Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
Perusahaan yang sering memiliki kedua operasi dan leverage keuangan. Hal ini menyebabkan meningkatkan total atau gabungan dari kehadiran keduanya beroperasi tetap dan biaya keuangan dalam arus pendapatan perusahaan. Memanfaatkan Dikombinasikan diukur oleh tingkat leverage gabungan (DCL).
DCL =
Persentase Perubahan Laba (NI)

Persentase Perubahan Penjualan
Perhatikan bahwa DCL = DFL × DOL 

Tingkat DOL (Degree Of Leverage)

Perusahaan yang memiliki derajat yang lebih besar memiliki tingkat leverage yang lebih besar dari biaya tetap. Dan dengan demikian, mereka cenderung memiliki lebih besar impas poin dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki leverage. Keuntungan memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa volume penjualan suatu perusahaan meningkat melampaui titik impas, marjin yang meningkat. Kerugian dari memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa karena titik impas yang lebih tinggi, yang berarti bahwa perusahaan yang dibutuhkan untuk mencapai volume penjualan yang lebih tinggi untuk mencapai titik impas. Pada kondisi baik ketika penjualan tinggi, lebih tinggi tingkat leverage yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Pada zaman buruk ketika penjualan tidak baik, perusahaan dapat meminimalkan kerugian dengan memiliki tingkat lebih rendah dari leverage.

Contoh:
Pada contoh di bawah, EBIT suatu perusahaan diproyeksikan bawah dua struktur biaya yang sangat berbeda. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
100,000

100
%
$
100,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-20,000

-20


-40,000

-40

Marjin Kontribusi

80,000

80


60,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-40


-20,000

-20

EBIT
$
40,000

40
%
$
40,000

40
%
Perhatikan perusahaan mengalami tingkat yang sama dari penjualan, sementara itu memiliki struktur biaya yang sangat berbeda.
Sekarang perhatikan apa yang terjadi pada perusahaan di bawah setiap pilihan ketika penjualan mereka turun menjadi $ 50.000. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
50,000

100
%
$
50,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-10,000

-20


-20,000

-40

Marjin Kontribusi

40,000

80


30,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-80


-20,000

-40

EBIT
$
0

0
%
$
10,000

20
%
Ketika drop penjualan untuk $ 50.000, pilihan leverage yang tinggi menurun ke titik impas, sementara pilihan leverage yang rendah meminimalkan kerugian. Sekarang perhatikan apa yang terjadi pada kenaikan penjualan perusahaan untuk $ 150.000. 

Laporan Laba Rugi
Tinggi leverage
 Rendah leverage
Penjualan
$
150,000

100
%
$
150,000

100
%
Variabel Biaya Operasional

-30,000

-20


-60,000

-40

Marjin Kontribusi

120,000

80


90,000

60

Tetap Biaya Operasional

-40,000

-27


-20,000

-13

EBIT
$
80,000

53
%
$
70,000

47
%
Ketika penjualan suatu perusahaan meningkat, struktur biaya pilihan dengan tingkat lebih tinggi leverage dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan. 


Kesimpulan

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)